
Kemen PPPA Kecam Tindak Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Demak
Siaran Pers Nomor: B-500/SETMEN/HM.02.04/12/2025
Jakarta (10/12) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi mengecam terjadinya kasus dugaan pemerkosaan terhadap anak berusia 11 tahun di Kabupaten Demak yang dilakukan oleh ayah kandungnya sendiri. Menteri PPPA memastikan anak yang dikandung korban dalam kondisi sehat, selamat dan mendapatkan pendampingan selama menjalani proses hukum.
“Kami sangat prihatin dengan terjadinya kasus pemerkosaan terhadap anak yang kondisinya kini sedang hamil. Kemen PPPA telah melakukan koordinasi dengan Dinas PPPA Kab. Demak dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jawa Tengah untuk memberikan pendampingan kepada korban untuk memastikan kondisi fisik dan psikologis korban beserta janin yang dikandungnya dalam kondisi baik,” ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA menyampaikan kondisi trauma dan kecemasan korban perlu ditangani segera karena korban tengah hamil tua, sehingga emosi yang tidak stabil berpotensi berdampak pada kondisi janin. Edukasi mengenai persalinan, perawatan bayi, serta dukungan sistem pengasuhan juga sangat dibutuhkan agar korban tetap dapat melanjutkan pendidikannya.
“Saat ini pelaku FS (35) telah ditahan, sementara korban kini dalam kondisi hamil delapan bulan dan mengalami dugaan trauma berat, korban juga masih mengenyam pendidikan di sekolah dasar. Kami bersama pemerintah daerah tengah memfokuskan penanganan pada kesehatan korban serta persiapan persalinan,” kata Menteri PPPA.
Atas perbuatannya, terlapor dapat dikenakan pasal persetubuhan sebagaimana tertuang dalam Pasal 81 ayat (1) jo Pasal 82 (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000,000 (lima miliar rupiah) dan ditambah 1/3 dari ancaman pidana penjara dikarenakan terlapor merupakan ayah kandung.
Selain dikenai pidana penjara, terlapor juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku; Memberikan Perlindungan Khusus pada korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69A UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dilakukan melalui upaya: a. edukasi tentang kesehatan reproduksi, nilai agama, dan nilai kesusilaan; b. rehabilitasi sosial; c. pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan; dan d. pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat pemeriksaan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan.
“Kami akan terus mengawal proses hukum dan pemulihan korban. Pemerintah memastikan korban mendapatkan perlindungan khusus, mencakup rehabilitasi sosial, pendampingan psikologis, perlindungan dalam setiap proses hukum, serta jaminan keberlangsungan pendidikan dan masa depan korban. Kami menegaskan tidak akan mentoleransi kekerasan seksual, terlebih jika dilakukan oleh orang terdekat yang seharusnya memberikan perlindungan,” ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA mengajak masyarakat yang melihat, mengetahui maupun mengalami kekerasan untuk berani melapor. Dalam kasus ini apresiasi diberikan kepada pihak sekolah yang melakukan skrining melalui pemeriksaan urin kepada siswi-siswi perempuan yang telah menstruasi dan menyampaikan temuan ini kepada orang tua korban dan Kepala Desa. Masyarakat juga dapat melaporkan ke pihak kepolisian, unit pelaksana teknis daerah (UPTD) terdekat di daerahnya, maupun menghubungi layanan aduan kekerasan Kemen PPPA di call center 24 jam Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, WhatsApp di 08111-129-129 atau https://laporsapa129.kemenpppa.go.id.
BIRO HUMAS DAN UMUM
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 11-12-2025
- Kunjungan : 96
-
Bagikan: