Memperkuat Peran Satgas PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi, Kemen PPPA bekerja sama dengan STIKES Mitra Ria Husada
Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) di lingkungan perguruan tinggi merupakan sebuah urgensi karena maraknya kasus yang terjadi. Oleh karena itu Kemen PPPA bekerja sama dengan STIKES Mitra Ria Husada menyelenggarakan Bimbingan Teknis Penguatan Satgas PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi dengan mengundang narasumber dari Satgas PPKS dan Pusat Penguatan Karakter dan Konseling Universitas Padjajaran (21/05).
”STIKES Mitra Ria Husada senang dapat menjalin kerjasama dengan Kemen PPPA untuk memperkuat Satgas PPKS di lingkungan perguruan tinggi. Penguatan Satgas PPKS penting untuk dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan pelaksanaan tugas Satgas PPKS terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual,” ungkap Ninin Nyrawati selaku Wakil Ketua 2 Bidang Non Akademik.
JF perencana ahli muda Kemen PPPA, Fitra Andika Sugiyono menyampaikan bahwa satgas PPKS di perguruan tinggi memiliki peranan strategis dalam pelaporan kasus kekerasan seksual.
”Penyebab kekerasan seksual di perguruan tinggi yang sangat mendasar yaitu ketimpangan relasi kuasa. Ada berbagai isu gender yang harus diperhatikan dan diberikan upaya berkesinambungan, termasuk di STIKES Mitra Ria Husada. Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat meningkatkan kapasitas para Satgas PPKS sehingga Satgas PPKS dapat menjadi ruang yang aman bagi para korban untuk melapor,” imbuh Fitra.
Ketua Satgas PPKS UNPAD, Antik Bintari menjelaskan bahwa peristiwa kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi dapat melibatkan mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, warga perguruan tinggi, dan masyarakat umum yang berinterkasi dengan mahasiswa, pendidik dan tenaga kependidikan dalam pelaksanaan Tri Dharma baik berkaitan langsung maupun tidak langsung.
”Dalam Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 dijelaskan bahwa kasus kekerasan seksual yang dapat dilaporkan kepada Satgas PPKS di perguruan tinggi adalah kasus kekerasan seksual yang berkaitan dengan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Namun demikian hal tersebut dapat diartikan baik yang berkaitan langsung dan tidak langsung, karena bisa saja peristiwa kekerasan seksual terjadi pada civitas akademika bukan dalam konteks Tri Dharma secara langsung, namun dampak yang dirasakan dapat berimplikasi pada fungsi Tri Dharma dikemudian hari. Sebagai contoh apabila yg menjadi pelapor dan terlapor adalah mahasiswa yang berasal dari satu prodi, sangat mungkin pelapor mengalami trauma dan tdk mampu secara psikologis mengikuti proses belajar mengajar (pendidikan) - demikian pula misalnya terjadi antara dosen senior dan dosen junior, meski peristiwanya terjadi di luar aktivitas tridharma, namun dampaknya bagi pelapor akan memengaruhi kinerjanya (karena jadi tidak nyaman bekerja, tidak bisa bergabung dalam kegiatan riset yang sama),” ujar Antik.
Fitra mengatakan kepentingan terbaik bagi korban menjadi landasan prinsip satgas PPKS dalam proses penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
”Satgas PPKS perlu menerapkan prinsip-prinsip yang tepat untuk memastikan upaya-upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual berpihak pada kepentingan terbaik bagi Korban untuk pemulihan, penegakan hukum dan menjamin ketidakberulangan kasus. Satgas PPKS juga wajib memastikan seluruh entitas yang terlibat di perguruan tinggi menjadi penerima manfaat dari Upaya-upaya yang dirancang, termasuk masyarakat umum dan warga perguruan tinggi lainnya yang berinteraksi dengan mahasiswa, pendidik dan tenaga kependidikan dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan tinggi.”
Selain dari Satgas PPKS STIKES Mitra Ria Husada, kegiatan ini juga dihadiri oleh Satgas PPKS dari STIKES Andi Nusantara dan Politeknik Karya Husada Jakarta.
Sumber : Satuan Kerja Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak- 21-05-2024
- Kunjungan : 1772
-
Bagikan: