
Kemen PPPA Dorong Penegakan Hukum atas Kasus Kekerasan Seksual Anak di Lombok Tengah
Siaran Pers Nomor: B-509/SETMEN/HM.02.04/12/2025
Jakarta (12/12) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus dugaan kekerasan seksual terhadap sejumlah anak laki-laki yang diduga dilakukan oleh seorang tukang potong rambut di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Dua anak telah melapor, dan diduga masih terdapat korban lain yang belum berani mengungkapkan kejadian ini.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Ratna Susianawati menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada perangkat desa yang tanggap menangani kasus ini. “Kemen PPPA mengapresiasi perangkat desa yang sigap bertindak, cepat menindaklanjuti temuan, dan berani melaporkan kasus ini kepada pihak berwenang. Dukungan masyarakat dan aparat desa menjadi kunci dalam mengungkap kasus kekerasan terhadap anak,” ujar Ratna.
Kasus ini terungkap setelah perangkat desa menemukan adanya anak yang putus sekolah karena merasa trauma, kemudian mendorong korban untuk melapor ke kepolisian. Perbuatan terduga pelaku diduga terjadi berulang sejak September hingga November 2025. Korban mengaku mengalami tindakan pencabulan di salon tempat terduga pelaku bekerja, dengan pola serupa dan disertai iming-iming uang. Para korban juga mengungkap adanya tekanan psikologis dan rasa takut akibat kejadian yang dialaminya.
Kemen PPPA telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Lombok Tengah untuk memberikan pendampingan yang komprehensif bagi korban. UPTD PPPA Kab. Lombok Tengah telah memberikan layanan awal, termasuk layanan psikologis, pendampingan hukum, serta pemantauan lingkungan yang dilakukan untuk mencegah peristiwa berulang, mengingat terduga pelaku belum ditahan.
Saat ini, kasus telah masuk tahap penyelidikan oleh Polres Lombok Tengah. Polisi telah meminta keterangan korban, pelapor, dan sejumlah saksi. Ratna menegaskan bahwa tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak tidak dapat diselesaikan di luar proses peradilan.
“Terduga Pelaku dapat dikenakan pasal berlapis, termasuk Pasal 82 UU Perlindungan Anak serta pasal-pasal dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman pidana berat dan pemberatan karena korban lebih dari satu anak,” ungkap Ratna.
Peran perangkat desa dalam melakukan deteksi dini melalui pendataan Anak Tidak Sekolah (ATS) sangat penting dalam kasus ini. Melalui petugas pencatatan, penguatan dalam deteksi dini perlu ditingkatkan agar agar kerentanan dapat segera teridentifikasi dan kasus serupa dapat terungkap lebih awal serta segera dihentikan.
Disisi lain, peran perangkat desa yang telah berani dan tanggap dalam melaporkan kejadian merupakan praktik baik yang perlu ditingkatkan dalam upaya perlindungan anak dari kekerasan, sehingga dapat mencegah kejadian berulang.
Kemen PPPA akan terus melakukan kolaborasi dan kerja sama dengan pemerintah daerah melalui UPTD PPPA di seluruh provinsi dan kabupaten/kota sebagai langkah yang berkelanjutan pada deteksi dini dan penyediaan layanan komprehensif bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak mengajak masyarakat untuk berani melapor jika melihat, mengetahui, atau mengalami kekerasan. Masyarakat dapat melapor ke kepolisian, UPTD PPA terdekat, atau melalui layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, yaitu call center 24 jam 129 dan WhatsApp 08111-129-129
BIRO HUMAS DAN UMUM
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 12-12-2025
- Kunjungan : 45
-
Bagikan: