
Menteri PPPA: 1 dari 10 Perempuan Selama Hidupnya Pernah Mengalami Kekerasan Fisik dan/atau Seksual Oleh Pasangannya
Siaran Pers Nomor: B-491/SETMEN/HM.02.04/12/2025
Jakarta (05/12) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meluncurkan Analisis Mendalam Hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2024 dimana salah satu diantaranya menyebutkan bahwa 1 dari 10 perempuan atau sekitar 10% selama hidupnya pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangannya.
“Temuan tahun 2024 menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih tinggi.Analisis mendalam hasil SPHPN 2024 menunjukkan 1 dari 10 perempuan selama hidupnya pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangannya. Selain itu, 1 dari 6 perempuan di Indonesia selama hidupnya pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh selain pasangan. Prevalensi perempuan yang mengalami kekerasan seksual lebih tinggi dibandingkan kekerasan fisik oleh selain pasangan, baik setahun terakhir maupun selama hidup. Kekerasan psikologis, kekerasan berbasis elektronik, serta kerentanan perempuan disabilitas juga meningkat. Hal ini menuntut langkah perlindungan yang lebih cepat, terarah, dan terintegrasi,” ujar Menteri PPPA, Arifah Fauzi dalam sambutannya pada Acara Peluncuran Analisis Mendalam Hasil SPHPN 2024 di Hotel Borobudur – Jakarta pada Kamis (04/12).
Menteri PPPA menyebutkan 28% dari perempuan yang mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan melaporkan menderita cedera.
“Di antara perempuan yang mengalami cedera, 40% perempuan mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual beberapa kali (2 hingga 5 kali), 38% mengalaminya sekali, dan 20% mengalami lebih dari lima kali bentuk kekerasan. Di antara perempuan yang menderita cedera, mayoritas mengalami goresan, lecet, dan memar, dengan hampir 85% pernah mengalaminya. Dampak kekerasan yang dialami lainnya seperti keseleo, luka bagian dalam, gendang telinga rusak, cedera mata, luka sayat, patah tulang, luka karena bacokan, patah gigi dan luka bakar. Luka fisik ini meninggalkan bekas trauma yang mendalam,” ujar Menteri PPPA.
Salah satu bentuk kekerasan yang juga mendapat perhatian serius dari pemerintah adalah praktik sunat perempuan. Menteri PPPA menyatakan praktik sunat Perempuan tidak memiliki manfaat medis dan justru berisiko jangka panjang.
“Praktik sunat perempuan tidak memiliki manfaat medis dan justru berisiko jangka panjang. Tahun 2021 sebanyak 50,5% perempuan pernah mengalami sunat perempuan sedangkan dari hasil SPHPN tahun 2024, jumlah perempuan yang mengalami sunat perempuan mulai menurun (46,3%). Yang menyedihkan, sekitar 41,4 persen praktik sunat perempuan melibatkan tindakan yang menyebabkan pelukaan sesuai kriteria WHO pada bagian sensitif perempuan dan hampir separuhnya dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pemerintah berkomitmen menghentikan praktik sunat perempuan melalui regulasi yang lebih kuat, edukasi publik, dan kolaborasi lintas sektor,” tambah Menteri PPPA.
Hasil analisis mendalam SPHPN tahun 2024 memberikan gambaran nyata tentang kekerasan terhadap perempuan dan praktik sunat perempuan di Indonesia. Data ini, menurut Menteri PPPA, bukan hanya membuka fakta di lapangan, tetapi menjadi fondasi penting bagi kebijakan yang benar-benar berbasis bukti. Melihat angka kekerasan terhadap perempuan dan juga anak masih tinggi, Menteri PPPA mendorong penguatan pencegahan berbasis data, peningkatan kapasitas UPTD PPA, perbaikan mekanisme pelaporan, dan pemberdayaan ekonomi perempuan.
“Hingga Juli 2025, masih ada 4 provinsi dan 147 kabupaten/kota yang belum memiliki Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), sehingga akses layanan komprehensif belum merata.. Kami melakukan pendekatan kepada pemerintah daerah untuk memiliki komitmen menyediakan UPTD PPA sesuai Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 463/5318/SJ tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Surat edaran ini mempertegas upaya negara dalam melindungi masyarakat dimana ada kewajiban daerah untuk membentuk UPTD PPA sebagaimana dimandatkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS),” tegas Menteri PPPA.
Deputi bidang Perlindungan Hak Perempuan – Kemen PPPA, Desy Andriani menambahkan bahwa Analisis Mendalam Hasil SPHPN 2024 diharapkan dapat memperkaya diskusi publik, mendorong kolaborasi lintas sektor, dan menjadi rujukan dalam penyusunan kebijakan berbasis bukti. Ia menilai laporan ini sebagai pijakan penting bagi penguatan strategi dan kebijakan yang berorientasi pada perlindungan serta pemberdayaan perempuan. “Laporan ini memberi arah yang jelas bagi upaya kita memperkuat sistem perlindungan perempuan secara menyeluruh,” ujar Desy.
Sementara itu, Perwakilan UNFPA untuk Indonesia, Hassan Mohtashami mengapresiasi kepemimpinan Indonesia dalam mengangkat isu kekerasan berbasis gender, termasuk sunat perempuan dan perkawinan anak. Ia menegaskan pentingnya edukasi kesehatan reproduksi, penguatan layanan, dan perubahan norma sosial. UNFPA menilai temuan Hasil SPHPN 2024 dasar penting memperkuat kebijakan dan kolaborasi lintas sektor.
“Tidak ada negara yang mampu mengatasi isu ini sendirian. Indonesia menunjukkan kepemimpinan kuat dengan menempatkan data sebagai dasar kebijakan. UNFPA akan terus mendukung pemerintah dalam memperluas layanan dan mengubah norma sosial,” ujar Hassan Mohtashami.
Sebelumnya, Menteri PPPA juga menggelar Breakfast Meeting dengan mitra pembangunan dari berbagai negara seperti Uni Emirat Arab, Swedia, Inggris, Austria, Amerika Serikat, Prancis, Belgia, Kanada, Korea Selatan, Belanda, Jepang, Swiss, Finlandia, Selandia Baru, Jerman, Australia, Norwegia, Irlandia, Denmark, dan Tiongkok, serta lembaga swadaya seperti ADB, KOICA, World Bank, dan ISDB. Pertemuan ini membahas langkah penghapusan kekerasan terhadap perempuan, termasuk sunat perempuan, serta penyelarasan dukungan berbasis data dan pembiayaan program yang lebih efektif.
Kemen PPPA menegaskan komitmennya memastikan seluruh temuan SPHPN 2024 dimanfaatkan untuk memperkuat kebijakan nasional, meningkatkan kualitas layanan, dan mempercepat terwujudnya ekosistem perlindungan yang inklusif, terintegrasi, dan berbasis bukti menuju Indonesia yang aman, setara, dan bebas dari kekerasan.
BIRO HUMAS DAN UMUM
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 05-12-2025
- Kunjungan : 146
-
Bagikan: