Kemen PPPA dan BPS Sosialisasi Pelaksanaan SPHPN dan SNPHAR 2024
Siaran Pers Nomor: B-110/SETMEN/HM.02.04/4/2024
Jakarta (25/4) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan persiapan pelaksanaan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Nahar mengatakan SPHPN dan SNPHAR diharapkan menjadi bahan masukan dalam perencanaan sekaligus sebagai bahan evaluasi terhadap program dan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“SPHPN dan SNPHAR adalah survei khusus untuk mendapatkan prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTP/A), serta berbagai indikator terkait lainnya. Survei ini disebut khusus karena tidak mudah untuk mendapatkan informasi terkait pengalaman kekerasan yang dialami perempuan dan anak. Hal ini disebabkan berbagai faktor antara lain masalah budaya, mindset, serta stigma yang berlaku di masyarakat. SPHPN sudah dilakukan 2 kali, yaitu pada tahun 2016 dan 2021, sedangkan SNPHAR sudah dilakukan 3 kali pada tahun 2013, 2018 dan 2021. Hasil dari kedua survei tersebut telah dilakukan analisis dan evaluasinya, serta terus dilakukan upaya perbaikan untuk meningkatkan kualitas data yang dihasilkan. Untuk menjaga keberlanjutan datanya, maka kedua survei tersebut tetap menjaga indikator yang dihasilkan agar dapat tetap dibandingkan atau dilihat perkembangannya. Penambahan beberapa indikator baru juga dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan data yang semakin berkembang, antara lain terkait sunat perempuan untuk SPHPN dan kekerasan di saat pandemi untuk SNPHAR,” ujar Nahar, Rabu (24/4).
Nahar menjelaskan target responden pada SPHPN adalah perempuan usia 15-64 tahun. Selain prevalensi kekerasan terhadap perempuan (KTP), SPHPN juga mengumpulkan data tentang sunat perempuan, serta kekerasan berbasis gender online. Sedangkan untuk SNPHAR, target respondennya adalah penduduk usia 13-24 tahun (laki-laki dan perempuan). Selain prevalensi kekerasan terhadap anak (KTA), SNPHAR juga mengumpulkan data tentang perkawinan, sikap tentang gender dan persepsi terkait keamanan, serta support system baik dari keluarga, teman, dan guru.
“Jenis kekerasan yang ditanyakan baik untuk SPHPN maupun SNPHAR sama, yaitu kekerasan fisik, psikis/emosional dan seksual. Untuk mendapatkan berbagai indikator tersebut, maka dibutuhkan jumlah sampel yang besar dan kuesioner dengan jumlah pertanyaan yang begitu banyak, serta teknik wawancara dan petugas yang khusus. SPHPN ini bertujuan untuk mendapatkan prevalensi kekerasan terhadap perempuan, identifikasi dampak kekerasan terhadap kesehatan, praktik sunat perempuan, dan data tentang kekerasan berbasis gender online. Sementara SNPHAR bertujuan untuk menentukan estimasi prevalensi kekerasan fisik, emosional, dan seksual pada anak, serta identifikasi pelaku kekerasan, faktor risiko, dan perlindungan anak,” ujar Nahar.
Nahar mengatakan kedua survei ini memberikan dasar untuk memahami faktor risiko dan perlindungan terhadap kekerasan terhadap perempuan dan anak, mengembangkan kebijakan pemerintah, evaluasi program, dan penyempurnaan kebijakan terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak. Selain itu, kedua survei ini juga dapat digunakan sebagai data ilmiah untuk penelitian terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Saya ucapkan terima kasih kepada BPS selaku pembina statistik yang mengawal pelaksanaan dari kedua survei ini, lembaga pelaksana yaitu Lembaga Demografi FEB-UI, Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung, dan Mitra Pembangunan UNFPA, serta kepada semua pihak yang membantu dalam penyelenggaraan kedua survei ini. Semoga kedua survei baik SNPHAR ataupun SPHPN dapat dilaksanakan dengan sukses dan menghasilkan data yang berkualitas serta dapat dimanfaatkan oleh semua pihak,” pungkas Nahar.
Senada dengan Nahar, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Ratna Susianawati juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam pelaksanaan SPHPN dan SNPHAR.
“Survei ini adalah keberlanjutan dari survei yang sudah diselenggarakan tahun 2021 lalu. Mudah-mudahan apa yang menjadi esensi utama dari pelaksanaan survei ini menjadi salah satu survei dengan karakteristik yang berbeda dengan pelaksanaan survei lainnya, tentu hal ini akan menjadi satu komitmen untuk pelaksanaannya dengan kolaborasi bersama,” kata Ratna.
Adapun untuk penyusunan metodologi SPHPN dan SNPHAR 2024 ini menggunakan metodologi sampling sehingga dapat menghasilkan data prevalensi nasional, menurut Direktur Statistik Ketahanan Sosial, Bidang Statistik Sosial (BPS) Nurma Midayanti.
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id
- 25-04-2024
- Kunjungan : 613
-
Bagikan: